The maturity model 5iKM3 has been evolved by keeping in mind all these aspects of knowledge management. this framework describes each state of maturity and addressess the objective od each state. Futher, it is able to relate the KM initiatives with the percieved business benefits of each states.
To benchmark KM maturity, five stages of maturity have been identified :
1. Intial - Organization has no formal processess for using organizational knowledge effectively for business delivery.
Organization speak - "We may have lots of knowledge but we do not know how to harness it in a structured manner for business benefits".
2. Intent - organization realizes the potential in harnessing its organizational knowledge for business benefits.
Organization speak - "We know we have lots of knowledge and we are moving in the direction of harnessing the same".
3. Initiative - Organization have knowledge-enabled their business process and are observing its benefits and business impacts.
Organization speak - "We need to leverage knowledge from all the touch points and we have made a start; however we are cautious"
4. Intelligent - Organization has matured collaboration and sharing throughout the business process that results into collective and collaborative organizational
Organization speak - "We are able to harness knowledge from all the touch points in the organization and realizing the business benefits out of it".
5. Innovative - Organizational knowledge leads to consistent and continous process optimisation giving it a business edge.
Organization speak - "We have institutionalised the knowledge and are able to innovate and optimise the business process".
these states of KM maturity can be achieved thrrough consistent and concentrated efforts. To sustain continuos growth, one needs to progress step by step to attain the higher levels of knowledge maturity. Futher,there cannot be a short cut to reach the highest maturity state - innovative.
From : TATA Consultancy Services
Knowledge Maturity Model
Knowledge Maps
Knowledge maps merupakan representasi dari keahlian dan ilmu secara grafis, termasuk didalamnya knowledge assets, knowledge resourse, knowledge structure atau knowledge application. (Probst)
Knowledge maps berguna untuk meningkatkan kejelasan dan mendukung identifikasi sumber knowledge, serta memungkingkan user mengklasifikasi knowledge dengan yang baru dengan knowledge yang ada, serta untuk menghubungkan tugas dengan keahlian atau knowledge assets yang diperlukan. Knowledge maps dapat diklasifikasikan kedalam kelompok yang berbeda sesuai dengan knowledge tersebut.
Setiap informasi yang ada didalam knowledge maps dapat dikomputerisasikan dan diatur menurut berbagai kriteria dan direpresentasikan secara visual dengan bantuan computer graphics. Hal tersebut mempermudah akses terhadap knowledge yang telah diformulasikan dan memungkinkan knowledge tersebut diakses oleh sejumlah orang kapanpun dan dimanapun.
Salah satu bagian dari knowledge maps adalah knowledge topographies. Knowledge topographies mengidentifikasi orang yang memiliki dan menguasai keahlian dan knowledge tertentu, serta mengidentifikasi level dari knowledge yang mereka kuasai. Knowledge topographies memberikan panduan yang cepat untuk mendapatkan informasi mengenai siapa yang mengetahui informasi apa dan level berapa informasi yang dimilikinya tersebut. Berikut ini gambar knowledge topographies yang dapat dilihat pada gambar berikut ini.
Gambar KnowledgeTopographies
Sumber : Probst., et. al., (2000)
Tacit dan Explicit Knowledge
Terdapat ada dua jenis knowledge yang terdapat pada perusahaan adalah sebagai berikut : (Widayana)
1.Tacit Knowledge adalah knowledge yang sebagian besar berada dalam perusahaan. Tacit knowledge adalah sesuatu yang kita ketahui dan alami, namun sulit untuk diungkapkan secara jelas dan lengkap. Tacit knowledge sangat sulit untuk dipindahkan kepada orang lain, karena knowledge tersebut tersimpan dalam perusahaan sesuai dengan kompetensinya.
2.Explicit Knowledge adalah knowledge dan pengalaman tentang “bagaimana untuk”, yang diuraikan secara lugas dan sistematis. Contoh : sebuah buku petunjuk pengoperasian sebuah mesin atau penjelasan yang diberikan oleh seorang instruktur dalam sebuah program pelatihan.
Menurut Nonaka dan Hirotaka, suatu perusahaan perlu memiliki explicit knowledge (know how) dan tacit knowledge (know why). Dan perusahaan tersebut dinilai memiliki explicit knowledge jika setiap anggota perusahaan telah mampu mengoperasionalkan sistem dan prosedur perusahaan dengan baik, dan pada akhirnya para anggota akan memiliki potensi untuk memahami dan menguasai teori-teori maupun prinsip-prinsip yang lebih universal (know why). Selanjutnya, tacit knowledge yang dimiliki suatu perusahaan sebenarnya merupakan cerminan dari penguasaan knowledge yang dimiliki para anggotanya. Tacit knowledge yang dimiliki setiap individu bersifat virtual, yang lebih sulit diwujudkan dalam perusahaan, namun merupakan sumber potensial suatu perusahaan.
Sebuah perusahaan yang ingin menjadi “knowledge-creating company” haruslah menempatkan proses penciptaan knowledge di tengah-tengah strategi sumber daya manusianya. Memadukan seluruh tacit knowledge dan explicit knowledge dalam berbagai tingkatan, merupakan sistem dan mekanisme yang diciptakan oleh knowledge management. Perpaduan itu, akhirnya bermuara menjadi knowledge yang explicit, yaitu menjadi knowledge yang dapat diungkapkan, didokumentasikan dan dilakukan kodifikasi. Akhirnya, knowledge itu setiap saat dapat dimanfaatkan dan dipahami oleh semua orang untuk diterapkan. Proses konversi knowledge terjadi melalui proses interaksi (berbagi knowledge) diantara anggota-anggota perusahaan, sehingga terjadi konversi tacit knowledge menjadi explicit knowledge (dan sebaliknya) secara fundamental dan terus menerus melalui proses socialisation, externalization, internalization dan combination. Adapun gambar yang menjelaskan mengenai pengkonversian knowledge yang dapat dikonversi melalui empat jenis konversi dapat dilihat melalui gambar (Empat Model Konversi Knowledge)berikut ini.
1.Socialisation merupakan proses berbagi knowledge, berbagi visi dan berbagi model mental antar anggota perusahaan (connect people to people) untuk menciptakan knowledge yang baru. Sharing dan penciptaan tacit knowledge melalui interaksi dan pengalaman langsung. Tacit knowledge disampaikan melalui proses sosialisasi dalam tim kerja (coaching), proses diskusi dan kemudahan seseorang untuk menghubungi rekan kerja yang mempunyai kompetensi atau keahlian dalam satu bidang.
2.Externalisation merupakan pengartikulasian tacit knowledge menjadi explicit knowledge melalui proses dialog dan refleksi. Dengan kata lain, Menerima dan membagikan knowledge yang dimiliki seorang individu kepada orang lain agar menjadi explicit. Konsep atau ide yang dimiliki anggota perusahaan dicoba dioperasionalkan, bisa melalui proses learning by doing, untuk menghasilkan technical know-how yang baru. Hal ini dapat terjadi melalui proses on the job training atau simulasi praktikal.
3.Combination merupakan proses konversi dari explicit knowledge menjadi explicit knowledge yang baru sistemisasi dan pengaplikasian explicit knowledge dan informasi. Pada proses combination memanipulasi explicit knowledge yang dimiliki para individu-individu dengan cara menyortir, menambahkan atau mengkombinasikan diantara beberapa explicit knowledge, menjadi explicit knowledge yang baru. Hal ini dapat terjadi misalnya melalui melalui proses on the job training atau berbagi knowledge dan praktek lapangan.
4.Internalisation merupakan proses pembelajaran dan akuisisi knowledge yang dilakukan oleh semua anggota perusahaan terhadap explicit knowledge yang disebarkan ke seluruh perusahaan melalui pengalaman sendiri sehingga menjadi tacit knowledge anggota perusahaan. Pada akhirnya, knowledge yang bersifat explicit tersebut dapat dipelajari, dipahami dan dikembangkan sesuai dengan kemampuan masing-masing individu. Knowledge yang telah mengalami proses internalisation, kembali menjadi tacit knowledge, yang kemudian perlu diubah kembali menjadi explicit knowledge, demikianlah seterusnya. Melalui siklus ini, dari waktu ke waktu aset knowledge perusahaan akan semakin menjadi kaya dan berkembang.
Diagram DIKW
Transisi dari data ke wisdom tersebut digambarkan dalam bentuk hirarki seperti gambar yang ditunjukkan dibawah ini. Understanding mendukung transisi tersebut namun tidak merupakan level tersendiri dalam hirarki DIKW (Tobing).
Data
Data merupakan sekumpulan fakta yang data merupakan bentuk yang masih mentah yang belum dapat bercerita banyak sehingga masih perlu diolah lebih lanjut serta tidak berarti bagi pemakai.
Informasi
Menurut O’Brien (2005), informasi merupakan data yang telah diubah menjadi konteks yang berarti dan berguna bagi para pemakai tertentu.
Menurut Davenport dan Prusak (Tobing, 2007), proses perubahan data menjadi informasi dilakukan melalui beberapa tahapan yang dimulai dengan huruf C, yaitu :
1.Contextualized : memahami manfaat data yang dikumpulkan.
2.Categorized : memahami unit analisis atau komponen kunci dari data.
3.Calculated : menganalisis data secara sistematik atau secara statistik.
4.Corrected : menghilangkan kesalahan (error) dari data.
5.Condensed : meringkas data dalam bentuk yang lebih singkat dan jelas.
Knowledge
Menurut Probst., et. al., (2000), knowledge adalah seluruh kesadaran jiwa dan keahlian-keahlian yang digunakan untuk memecahkan suatu masalah. Kesadaran dan keahlian tersebut termasuk teori-teori dan praktiknya, serta peraturan dan instruksi-instruksi suatu aksi. Knowledge ada berdasarkan pada data dan informasi, tetapi knowledge juga terbatas pada setiap orang. Knowledge dibangun oleh individu-individu dan menggambarkan kepercayaan tiap orang tentang suatu hubungan kausal.
Menurut Davenport dan Prusak (Tobing, 2007), proses transformasi informasi menjadi knowledge juga melalui empat tahapan yang dimulai dengan huruf C, yaitu :
1.Comparasion : membandingkan informasi pada situasi tertentu dengan situasi-situasi yang lain yang telah diketahui.
2.Consequences : menemukan implikasi-implikasi dari informasi yang bermanfaat untuk pengambilan keputusan dan tindakan.
3.Connections : menemukan hubungan-hubungan bagian-bagian kecil dari informasi dengan hal-hal lainnya.
4.Conservations : membicarakan pandangan, pendapat serta tindakan orang lain terkait informasi tersebut.
Understanding
Menurut Bellinger., et. al., (Tobing, 2007, p18), understanding merupakan proses melalui mana kita memperoleh knowledge dan melakukan sintesa untuk menciptakan knowledge baru. Masih menurut Bellinger., et. al., perbedaan antara understanding dengan knowledge adalah analog dengan perbedaaan “belajar” dan “mengingat”. Orang yang memiliki understanding dapat melakukan tindakan-tindakan yang bermanfaat karena mereka dapat melakukan sintesa untuk menciptakan knowledge yang baru atau paling tidak informasi baru, dari apa yang sebelumnya mereka ketahui dan mengerti. Sehingga understanding dapat dibangun berdasarkan informasi, knowledge atau bahkan berdasarkan understanding yang saat ini dimiliki.
Wisdom
Menurut Davenport dan Prusak (Tobing, 2007), knowledge sebagaian ditarik dari pengalaman, yang akan menghasilkan sound judgement dan wisdom. Sehingga wisdom merupakan knowledge yang digunakan dalam membuat keputusan-keputusan yang menyangkut masa depan.
Menurut Ackoff (Tobing, 2007), karakteristik dari wisdom adalah :
1.Wisdom merupakan tingkat pemahaman dan kesadaran (consciousness) yang tertinggi dari manusia.
2.Wisdom merupakan jawaban terhadap permasalahan manusia yang dalam periode waktu tertentu belum terjawab.
3.Wisdom berada dalam jiwa (soul) dan pikiran (mind), yang hanya dimiliki oleh manusia. Soul merupakan bagian yang bersifat ilahi/spiritual dari manusia yang tidak dimiliki oleh ciptaaan yang lain.
4.Wisdom mengandung etika dan moral.
Connectedness
Menurut Tobing (2007), connectedness yang berada dalam sumbu vertikal dari hirarki DIKW menggambarkan tingkat integrasi dari unsur-unsur yang membentuk data, informasi, knowledge dan wisdom. Data yang merupakan elemen DIKW yang tingkat integrasi atau kohesivitas unsur-unsur pembentuknya paling rendah. Data merupakan kumpulan berbagai fakta dan rekaman transaksi yang masih terpisah satu sama lain.
Tingkat kohesivitas dari unsur-unsur dari pembentuk informasi lebih tinggi dari pada data. Pada level informasi sudah ditemukan relasi antar unsur-unsur pembentuknya. Selanjutnya level kohesivitas meningkat pada knowledge, pada level knowledge ini, sudah ditemukan formasi dan gambar yang utuh dari unusr-unsur yang membentuknya. Tingkat kohesivitas yang paling ditemukan pada wisdom. Pada level wisdom ini, selain gambar utuh yang sudah diperoleh, unsur-unsur yang membentuknya sudah terikat pada satu kesatuan formasi yang utuh dan saling terkait dengan solid.
Perubahan Organisasi Menjadi Learning Organization
Menurut Sangkala (2007), tujuan mendasar dari knowledge management adalah mendorong terciptanya knowledge sehingga knowledge tersebut memberi kemampuan kepada perusahaan untuk senantiasa memiliki daya saing. Knowledge, pengalaman dan kreativitas karyawan hanya akan terbentuk bila karyawan diberikan kesempatan untuk melakukan pembelajaran (learning).
Sumbangsih learning organization dalam knowledge management ada pada upaya menfasilitasi seluruh komponen perusahaan untuk gemar menciptakan knowledge melalui aktivitas belajar. Knowledge yang tercipta melalui proses belajar selanjutnya dapat dibagi dan ditransfer ke berbagai tingkatan dalam perusahaan. Dorongan untuk senang menciptakan knowledge dan berbagi knowledge diperoleh melalui perubahan pola berpikir, perilaku dan tindakan yang terungkap melalui aktivitas pembelajar.
Jadi dapat disimpulkan untuk menciptakan learning organization dibutuhkan konsep mengenai change management dalam kerangka kerja knowledge management yang ditujukan untuk mengubah pola kerja, pola pikir dan tindakan para karyawan sehingga berbasiskan pada orientasi knowledge. Berikut ini gambar yang menjelaskan mengenai perubahan dari organisasi yang belum berorientasi pada knowledge menjadi sebuah learning organization yang mengacu pada teori Knowledge Management Assessment Tool (KMAT) yang dikembangkan oleh Arthur Andersen.
Gambar Knowledge Management Assessment Tool (KMAT)
Sumber : Arthur Andersen (1999)
Menurut Andersen (1999), knowledge management assessment tool (KMAT) adalah sebuah alat instrument untuk mengevaluasi dan mendiagnosa suatu perusahaan sudah sejauh mana menyadari kekuataan dan peluang mereka dalam mengatur knowledge yang dimiliki. Model KMAT memiliki lima elemen yang terdiri dari leadership, culture, measurement, technology dan prosess yang berperan membantu dalam proses pengaturan knowledge di perusahaan.
1.Leadership berperan untuk mengerti tentang strategi dan bagaimana perusahaan mendefinisikan bisnis dan penggunaan knowledge untuk memperkuat kekuatan penting yang mereka miliki.
2.Culture berperan untuk merefleksikan bagaimana fokus perusahaan dan mempromosikan proses pembelajaran serta inovasi termasuk seluruh aksi untuk memperkuat kebiasaan yang terbuka untuk berubah dan mendapatkan knowledge yang baru.
3.Measurement berperan untuk pengukuran aset intelektual dan bagaimana cara mendistribusikan sumber daya untuk menambah knowledge menjadi semakin tumbuh dan berkembang di perusahaan.
4.Technology berperan bagaimana perusahaan melengkapi para anggota perusahaan sehingga mereka dapat berkomunikasi dengan mudah dan cepat.
5.Process merupakan langkah yang dilakukan oleh perusahaan untuk menciptakan, mengidentifikasi, mengumpulkan, mengadaptasi, mengorganisir, menyimpan, menggunakan serta menyabarkan knowledge yang penting di perusahan untuk menambah nilai bagi perusahaan.
Jadi dapat disimpulkan bahwa semua elemen dalam KMAT harus dilakukan secara berkesinambungan dalam menciptakan organizational learning yang terus tumbuh dan berkembang di dalam perusahaan sehingga perusahaan akan selalu menjadi organisasi yang terus menerus belajar.
Elemen leadership dari KMAT tidak terlepas dari peran dari top management untuk mendukung terciptanya organizational learning. Menurut Sangkala (2007), agar tercipta kondisi organizational learning yang kondusif tidak terlepas dari peran top management yang direpresentasikan oleh pimpinan dan manajer. Peran tersebut diperlukan oleh organisasi yang memang menginginkan organisasinya menjadi organizational learning. Pimpinan akan menyusun target, mengembangkan strategi, mengkomunikasikan visi dan mengaitkan karyawan dengan departemennya. Perubahan merupakan tujuan utamanya, sehingga dapat menggalang seluruh bagian dalam organisasi ke arah tujuan yang diinginkan dengan cara yang lebih cepat.
Elemen culture dari KMAT secara tidak langsung akan terbentuk melalui tindakan top management melalui upaya change management untuk merubah prilaku, pola pikir dan tindakan yang belum berorentasi knowledge menjadi berorentasi knowledge. Menurut Sangkala (2007), organizational learning culture menekankan pada pentingnya pembelajaran yang terus menerus dilakukan pada semua tingkatan, fungsi dan divisi organisasi. Pembelajaran berarti setiap orang bertanggung jawab sebagai komponen kunci setiap pekerjaan, bagian integral dari seluruh operasional organisasi.
Organizational learning culture mendorong individu dan tim tumbuh dan berkembang melalui kreativitas, tim kerja dan perbaikan yang kontinu.
Elemen measurement dari KMAT dilakukan untuk mengukur pencapaian dari hasil KMS. Secara spesifik, tanpa sukses yang terukur, top management tidak akan dapat menjelaskan bagaimana suatu knowledge management systems perusahaan bekerja, apa saja manfaat yang diberikannya, apa hambatannya, serta bagaimana strategi dan implementasi knowledge management itu dapat disempurnakan.
Knowledge management systems harus mampu menunjukkan kontribusinya bagi pencapaian tujuan bisnis perusahaan. Tanpa menunjukkan sukses yang dapat diukur, antusiasme dan dukungan untuk knowledge management nampaknya tidak akan berlangsung lama.
Elemen technology dari KMAT merupakan salah satu komponen utama yang membentuk knowledge management systems. Perancangan teknologi sebaiknya dilakukan jika kebijakan, strategi, tahapan dan prioritas implementasi knowledge management itu sudah jelas, sulit mendefinisikan arsitektur infrastruktur knowledge management yang dapat memenuhi kebutuhan perusahaan dalam jangka pendek dan jangka panjang. Strategi dan kebijakan yang jelas juga akan membantu pengembang sistem dalam merumuskan persyaratan sistem yang akan dibangun.
Elemen process merupakan salah satu pendekatan yang berpusat kepada manusia dengan menumbuhkan culture yang kondusif terhadapnya berjalannya proses-proses di dalam knowledge management.
Value Chain Analysis
Pengertian Value Networks Analysis
Menurut Ward dan Peppard, value networks merupakan sebuah bisnis yang menyediakan pertukaran dan sarana mediasi antara pembeli dan penjual, sehinga memungkinkan terciptanya suatu hubungan/relasi.
Thompson mengemukan bahwa sebuah bentuk ringkas dari perusahaan yang dapat dimodelkan sebagai value network pada dasarnya bergantung pada sebuah teknologi mediating untuk menghubungkan clients, pelanggan atau untuk menjadi sebuah perusahan yang bersifat interdependent. Fasilitas teknologi mediating tersebut mengubah hubungan-hubungan diantara para pelanggan menjadi terdistribusi dalam ruang dan waktu. Perusahaan tersebut sendiri pada dasarnya bukanlah merupakan sebuah jaringan namun perusahaan tersebut menyediakan sebuah layanan networking.
Value network dibuat berdasarkan hubungan antara perusahaan, konsumen serta penyalur, dan complementors. Ada dua hal penting yang diperhatikan didalam value network. Yaitu nilai dari suatu yang dapat diukur (tangible) dan nilai sari suatu yang tak dapat diukur (intangibles). Yang temasuk didalam tangible adalah semua pertukaran barang yang terjadi, pendapatan atau jasa, transaksi yang tercatat dan memiliki kontrak, faktur, nilai proposal, dan pendapatan. Yang termasuk didalam intangibles terbagi atas dua bagian utama yaitu knowledge dan manfaat yang didapatkan. Kedua hal tersebut meliputi data dan informasi, perencanaan, proses yang terjadi, sistem yang berjalan, kebijakan perusahaan, teknis, dan segala bentuk manfaat yang didapatkan dari hubungan yang terjadi didalam lingkungan internal maupun external perusahaan.
Inti dari value network adalah hubungan yang terjadi antara semua pihak yang bekerja sama dan saling memberikan timbal balik, didalam menentukan nilai dari suatu bisnis.
Tujuan dari value network adalah menciptakan manfaat kepada setiap komponen yang terlibat didalam suatu bisnis. Biasanya nilai intangibles didalam suatu bisnis sama pentingnya dengan nilai tangible. Dalam tujuannya untuk mencapai keberhasilan, knowledge harus dapat dipergunakan untuk menciptakan peluang dan situasi yang menguntungkan. Value network juga mendukung knowledge untuk terus mengalir kedalam bisnis dan kepada mereka yang membutuhkannya
Proses Inti Value Networks
Menurut Stabell dan Fjeldstad dalam value network analysis terdapat tiga aktivitas utama, yaitu :
1. Networks promotion and contract management.
Terdiri dari aktivitas yang berhubungan dengan mengundang konsumen yang potensial untuk turut serta didalam jaringan, memilih pelanggan khusus yang dapat diberikan keleluasaan sehingga perusahaan mendapatkan masukan berarti dari konsumen tersebut, aktifitas management, dan pemutusan kontrak yang dianggap merugikan.
Sistem kontrak sangat diperlukan didalam jaringan. Karena dengan komitmen yang baik antara perusahaan dengan konsumen akan membawakan dampak yang lebih baik. Sistem kontrak pada aktivitas ini tidak hanya mencakup keterikatan antara perusahaan dan konsumen, tetapi juga dengan semua bagian yang terlibat dalam proses bisnis perusahaan. Dalam value network, setiap konsumen akan menjadi individu yang turut serta membantu perusahaan untuk berkembang dalam suatu jaringan.
2. Service provisioning
Service provisioning terdiri dari aktivititas yang berhubungan dengan membangun, memelihara dan mengakhiri suatu rantai hubungan dengan pelanggan serta nilai yang diperoleh dari konsumen tersebut. Nilai yang telah diperoleh dari konsumen dapat digunakan untuk mengukur sepenting apakah konsumen tersebut memberikan kontribusi pada perusahaan.
Service and provisioning merupakan suatu aktivitas yang berhubungan dengan pelayanan. Aktivitas penyelesaian masalah yang digunakan perusahaan di dalamnya hubungannya dengan pelanggan, sehingga hubungan yang ada dapat terjalin dengan baik serta memberikan dampak positif bagi perusahaan.
3. Network infrastructure operation
Terdiri dari aktivitas yang berhubungan dengan bagaimana perusahaan memelihara dan menggunakan infrastrukturnya, baik infrastruktur yang berhubungan dengan informasi ataupun infrastruktur fisik dengan baik. Aktivitas ini akan membuat jaringan selalu pada kondisi yang baik untuk memberikan pelayanan sesuai dengan permintaan.
Infrastuktur jaringan yang baik bergantung pada bagaimana infrastruktur yang ada digunakan. Pada perusahaan seperti bank atau perusahaan asuransi, kunci dari infrastruktur adalah kantor cabang, agent dan aset keuangan yang terkelola dengan baik.
Menurut Stabell dan Fjeldstad (1998, 429) dalam value network analysis terdapat tiga aktivitas pendukung yang mendukung aktivitas utama, yaitu :
1. Procurement
Aktivitas yang berhubungan dengan pengadaan peralatan yang mendukung aktivitas utama.
2. Technology Development
Aktivitas yang berhubungan dengan usaha-usaha yang dilakukan dalam membantu aktivitas utama dalam hubungannya dengan teknologi.
3. Human Resource Management
Aktivitas perekrutan, pelatihan, pengembangan dan pemberian kompensasi untuk sumber daya manusia dalam perusahaan.
4. Firm Infrastructure
Aktivitas manajemen umum, termasuk perencanaan, pengaturan keuangan dan akuntansi, aktivitas pengesahan, aktivitas yang berhubungan dengan relasi dengan pemerintah.
Dan berikut tabel dari value network diagram adalah sebagai berikut :
Tabel Value Network Analysis Diagram
Sumber : Stabell dan Fjeldstad (1998)
Label: Corporate IT Strategy
Tips Pemberian Nama Domain
Pemberian nama domain ada dua cara yaitu :
1. Tipe konvensional yaitu pemberian nama berdasarkan struktur/level dalam koorporat. Untuk level koorporat domain yang diberikan berdasarkan solutions yang diberikan atau domain perusahaan disesuaikan dengan nama perusahaan tersebut seperti : Bina Nusantara maka nama domain yang diberikan adalah binus.edu Turunan dari level koorporat adalah pemberian nama produk berdasarkan
nama domain. Pemberian nama domain seperti ini biasanya digunakan oleh perusahaan yang memiliki level of product yang bervariasi seperti Fritolay yang memiliki anak-anak perusahaan seperti KFC, Lays dan lainnya. Pemberian nama domain disesuaikan dengan kategori produk tersebut.
Untuk produk-produk yang sudah terlalu dikenal, biasanya perusahaan akan memberikan nama domain berdasarkan event. Misal produk Shampoo A,untuk mendongkrak penjualan shampoo A maka perusahaan mengadakan event cuci rambut gratis, maka pemberian nama domain dapat diberikan seperti : cucirambutgratis.com
2. Tipe non konvensional yaitu memberikan nama domain berdasarkan kalimat-kalimat yang membuat orang-orang akan selalu ingat, membentuk branding dalam benak masyarakat. Seperti tujuanluapa.com yang dimiliki oleh salah satu konsultan finance yang ada di Indonesia. Dalam melayani setiap clientnya Beliau selalu menanyakan kalimat pertama yang akan ditanyakan adalah tujuan lu apa? (tujuan yang diharapkan oleh clientnya tersebut) sehingga Beliau membuat websitenya dengan domain tujuanluapa.com yang menjadi branding dirinya agar mudah diingat oleh orang lain.
Tips : dalam memberikan nama domain sebaiknya nama domain tersebut adalah kata yang generik dan mudah diingat.
Marketing Knowledge Management
Marketing Knowledge Management
Menurut Lorenzon., et. al., (2005), saat ini fenomena knowledge management semakin berkembang dengan pesat, banyak perusahaan yang sudah menyadari bahwa knowledge merupakan salah satu sumber daya yang paling penting untuk terus bertahan dan unggul dalam menghadapi persaingan yang begitu ketat saat ini. Perubahan pandangan ini membuat sumber daya knowledge yang dimiliki oleh perusahaan tidak hanya disimpan begitu saja tetapi dimanfaatkan untuk menciptakan, mempertahankan dan mengembangkan pasar yang dimiliki oleh perusahaan. Knowledge management yang dikombinasikan dengan perkembangan teknologi informasi dapat dimanfaatkan untuk aktifitas mengidentifikasi, menyimpan dan dan menyebarkan knolwedge dalam perusahaan khususnya pada dunia marketing sehingga tercipta proses standarisasi dan automatisasi untuk mengintegrasikan knowledge dengan proses marketing.
Menurut Binder (1998), perubahan siklus produk dan tren pasar yang begitu cepat, membuat orang-orang yang bergerak dalam bidang marketing harus mengasilimilasi serta membutuhkan informasi dalam jumlah yang begitu besar mengenai tren pasar, persaingan dan solusi yang mereka tawarkan kepada pelanggan mereka. Knowledge-knowledge mengenai pelanggan bisnis, pasar yang dinamis, visi perusahaan, persaingan, strategi penjualan dan produk dan pelayanan itu sendiri yang membantu orang-orang yang bergerak di bidang marketing dalam menbangun dan memelihara kredibilitas perusahaan. Dengan knowledge yang dimiliki, orang-orang yang bergerak di bidang marketing dapat mengidentifikasi kebutuhan pelanggan dan mengkongfigurasi solusi dengan optimal, menjual beberapa solusi yang diharapkan pelanggan dan melindungi keunggulan kompetitif yang dimiliki dari tantangan yang akan datang.
Menurut Binder (1998), fungsi knowledge management dalam marketing adalah sebagai berikut:
1. Access : orang-orang marketing harus dapat mengakses knowledge dengan mudah dan cepat serta isi knowledge tersebut haruslah dapat dipercaya dan dapat diandalkan. Contoh kegiatan-kegiatan dalam marketing adalah penyusunan strategi, mempersiapkan proposal, mengorganisir informasi untuk dipresentasikan. Orang-orang marketing dapat menggunakan knowledge yang dimiliki jika mereka menghadapi keadaan yang dulu pernah dialami, sehingga knowledge tersebut dapat dimanfaat untuk kegiatan-kegiatan dalam marketing agar lebih baik. Mereka tidak perlu mengingat semua alur kegiatan dalam marketing tetapi mereka dapat mengaksesnya secara berulang melalui knowledge management.
2. Learning : orang-orang marketing butuh proses pembelajaran dari knowledge. Mereka akan belajar dari knowledge management,, mereka harus mampu mencapai apa yang kita sebut dengan tingkatan “second nature” yang berarti dari mereka dapat memperoleh knowledge baru dari kegiatan sehari-hari yang dijalankan bahkan mampu menerapkan knowledge yang telah diperoleh melalui proses pembelajaran untuk mendapatkan knowledge yang baru.
3. Application : agar dapat diakses dan dipelajari, orang-orang marketing harus mengorganisir dan menghadirkan suatu bentuk aplikasi yang mendukung. Idealnya, informasi untuk orang-orang marketing akan terlihat pada format dan struktur yang dapat dipakai untuk mendukung pekerjaan mereka, seperti implikasi gambaran dari tren pasar atau tabel solusi atas keluhan dari pelanggan. Dengan menggunakan form dari knowledge support performance, mereka tidak perlu lagi untuk menulis ulang, mengatur ulang dan memproses ulang agar tersedianya informasi. Mereka cukup menggunakan aplikasi tersebut dan semua informasi yang dibutuhkan akan tersedia.
Pengertian Marketing Knowledge Management
Menurut Troilo (2007), marketing knowledge management menggambarkan tahapan proses individual yang lebih detail yang mendalami proses pengumpulan marketing knowledge, proses pembangkitan knowledge dan proses penyebaran serta penggunaan marketing knowledge.
Menurut Lorenzon., et. al., (2005), marketing knowledge management adalah perluasan pengertian dari proses marketing yang melekat dengan product development management, customer relationship management dan supply chain management yang berorentasi pada knowledge. Ketiga proses ini meliputi tujuan fundamental marketing yang secara kritis menarik dan mempertahankan pelanggan. Marketing knowledge dapat diukur untuk setiap masing-masing prosesnya, tiga tingkat knowledge yang umum : faktor kesadaran yang masih kurang, faktor kontrol dan aplikasi dari knowledge yang diperlukan untuk pasar yang baru.
Marketing knowledge dapat didefinisikan dan dikonseptualisasikan sebagai informasi pasar yang dibutuhkan oleh perusahaan melalui proses knowledge acqusition, knolwedge sharing, knowledge learning, distribusi informasi, intrepetasi informasi dan ingatan operasional perusahaan. Marketing knoweldge terdiri dari customer knowledge process, marketing R&D interface dan competitor knowledge. Knowledge yang bertambah dikenali dalam marketing management sebagai sumber daya yang kritis yang dapat diatur untuk menambah keunggulan kompetitif dan performance keuangan yang baik.
Hubungan antara Knowledge Management dengan Marketing
Menurut Skyrme (2000), hubungan antara knowledge management dengan marketing diuraikan dalam beberapa bagian berikut ini :
1. 1-Stop-Knowledge : memperoleh seluruh informasi yang berbeda-beda mengenai keadaaan pasar dan pelanggan di suatu tempat, melalui knowledge centre atau intranet yang telah teroganisir dengan baik. Bentuk lain dari 1-Stop-Knowledge adalah menyediakan informasi kepada orang-orang marketing atau sales melalui PC dan call centre mengenai customer knowledge.
2. Knowledge Networks : menyediakan penyebaran knowledge yang efektif melalui forum kepada seluruh pihak yang terlibat pada marketing process seperti pelanggan dengan marketing planners. Knowledge yang disebarkan melalui jaringan haruslah knowledge yang mendorong aliran dan pengembangan knowledge yang dimiliki oleh perusahaan.
3.Customer Knowledge Management : customer knowledge merupakan aset yang sangat berharga bagi perusahaan. Dengan memiliki customer knowledge perusahaan dapat memperbaiki customer value yang diberikan kepada pelanggan. Ada dua jenis customer knowledge, yaitu :
a)Knowledge mengenai pelanggan (mengenai pelanggan yang potensial dan segmen pasar).
b)Knowledge yang dimiliki oleh pelanggan.
4.Customized knowledge : menggunakan individual customer knowledge dan mengkostumisasi sesuai dengan keinginan pelanggan.
Menurut Skyrme (2000), hubungan perspektif antara marketing dan knowledge management terkadang bisa lemah dan kuat, jika orang-orang marketing dan knowledge managers mengkolaborasikan keempat bagian diatas maka hubungan antara marketing dan knowledge management akan semakin menjadi intensif, bersifat intelligent dan menciptakan inovasi-inovasi baru dalam dunia marketing.